Minggu, 28 Oktober 2012

KLIPING MANAJEMEN ASET PUBLIK (Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah manajemen aset public serta sebagai syarat untuk mengikuti ujian tengah semester)


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.                                
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayat-Nya kepada kami sehingga saya dapat menyelesaikan Kliping Manajemen aset public ini walaupun masih jauh dari sempurna.  Manajemen aset merupakan sebuah pengelolaan baik berwujud dan tidak berwujud yang memiliki nilai ekonomi dan mampu mendorong tercapainya tujuan dari individu dan organisasi melalui proses manajemen agar dapat dimanfaatkan dan dapat mengurangi biaya secara efektif dan efesien.
Oleh karena itu, persoalan-persoalan aset public diberbagai daerah menjadi sesuatu yang menarik untuk dipelajari. Penulis menyadari bahwa makalah ini adalah pekerjaan yang belum selesai, maka dari itu penulis meminta kritik dan saran untuk perbaikan di masa yang akan mendatang.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan kliping ini.
Wassalamualaikum wr. wb

Penulis 
 
 
1.      Kasus Pertama “Ditemukan Duplikasi Pencatatan 29 Aset Berupa Tanah dan            Bangunan. Sabtu, 16 Juni 2012 | 8:15 “
[SERANG]  Sebanyak 29 aset berupa tanah dan bangunan dengan luas 516.309 meter persegi hasil pelimpahan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov)  Jawa Barat, ditemukan duplikasi pencatatan  antara  Pemprov Banten dan pemerintah      kabupaten/kota.
Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan yang tercatat dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) Nomor 02/LHP/XVIII.SRG/05/2011. Tidak hanya itu, dalam LHP BPK juga tercatat adanya perbedaan nilai aset di empat kabupaten/kota  terhadap 29 tanah dan bangunan      tersebut.
Di Pemprov Banten nilai 29 aset tersebut sebesar Rp28,4 miliar sedangkan di empat pemerintah kabupaten/kota  tercatat sebesar Rp20,419    miliar.
Berdasarkan fakta yang ada,  BPK menyarankan Pemprov Banten untuk melakukan inventarisasi dan rekonsiliasi atas aset yang tercatat oleh pemerintah kabupaten/kota agar tidak terjadi     duplikasi.
Selain masalah itu, BPK juga menemukan aset bangunan yang sudah dirobohkan, namun masih tercatat di buku inventaris Provinsi Banten. Nilai aset yang sudah tidak ada tersebut mencapai Rp1,27 miliar. Total aset milik Pemprov Banten per 31 Desember 2011 mencapai Rp7,2      triliun.
Rinciannya, tanah senilai Rp3,44 triliun, peralatan dan mesin Rp485,28 miliar, gedung dan bangunan Rp821 miliar, jalan irigasi dan jaringan Rp2,42 triliun, aset tetap lainnya Rp7,9 miliar, serta kontruksi dalam pengerjaan Rp98,23 miliar.
Jika dibandingkan aset tetap per 31 Desember 2010 yang tercatat Rp 5,61 triliun, terdapat penambahan Rp1,67            triliun.
Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah  (DPKAD) Provinsi Banten Zaenal Mutaqin,  di Serang, Jumat (15/6) menjelaskan penataan  aset tidak bisa dilakukan  dalam jangka pendek. Oleh karena itu, lanjutnya, penataan aset harus melalui Rencana Jangka Menengah Daerah        (RPJMD).
Menurutnya,  dalam Raperda Organisasi Tata Kerja (ROTK) yang sudah masuk DPRD Banten, masalah aset akan dikelola oleh satu Satuan Kerja Perangkat Daerah     (SKPD).
“Nanti penataan aset lebih fokus. Kemudian pengelolaan keuangan diserahkan kepada satu SKPD aja,” ujarnya. Dalam penataan aset,  kata Zaenal,  harus dimulai dengan pendataan, kemudian melakukan uji petik. “Kita yakin, Pemprov mampu menata aset ini,”      ujarnya.

Harus Segera Diselesaikan

Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Provinsi Banten Agus Puji Raharjo mengatakan, manfaat aset terhadap salah satu daerah memang harus jadi pertimbangan ketika aset tersebut menjadi   rebutan.
Contoh aset Pemprov Banten yang berada di Kota Tangerang seperti Situ Cipondoh,  kendati secara hukum itu adalah milik Pemprov Banten,  namun secara manfaat, Situ Cipondoh akan lebih berguna untuk masyarakat Kota Tangerang.
"Bukan mengabaikan hukum, tapi keberadaan Situ Cipondoh akan lebih bermanfaat bagi pemerintah  dan masyarakat Kota Tangerang," kata Agus.
Menurut Agus, permasalahan aset yang selama ini jadi temuan BPK  dalam setiap LHP harus segera diselesaikan. Jika persoalan ini tidak diselesaikan,  maka akan  timbul sengketa karena masing-masing merasa    memiliki.
Untuk aset yang berada di lintas daerah, Pemperov wajib menjadi mediator untuk menyelesaikan masalah            tersebut.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Banten Muhadi menegaskan, Pemprov siap menjadi mediator untuk menyelesaikan sengketa perbatasan yang ada di Bandara Soekarno Hatta  antara Kabupaten Tangerang  dan Kota Tangerang. Bahkan, pihaknya telah mengundang kedua belah pihak dalam rapat koordinasi bersama pemerintah daerah lainnya, namun sayang dalam kesempatan tersebut perwakilan dari Kota Tangerang tidak  hadir.
"Pada prinsipnya Pemprov siap menjadi mediator untuk menyelesaikan beberapa permasalahan yang sifatnya lintas daerah."           tegasnya.

Pada bagian lain, Wakil Gubernur Banten Rano Karno mengatakan, aset memang menjadi masalah utama nasional, terlebih di Banten yang merupakan daerah pemekaran dari Jawa Barat. Untuk itu, idealnya di Banten ini harus ada badan aset  untuk menelusuri dan menyelesaikan masalah     aset.
"Tidak bisa dipungkiri, masalah aset juga menjadi penghambat suatu daerah dalam meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI," katanya.
Analisis :
Dalam kasus di atas  terlihat bahwa provinsi banten belum benar-benar melaksanakan menajemen asset dengan efektif. Duplikasi asset daerah ini seharusnya sudah dapat diperkirakan oleh pemerintah Provinsi Banten mengingat Banten merupakan daerah pemerakan dari Provinsi Jawa barat. Seharusnya ketika telah sah memisahkan diri dari jawa barat saat itu juga Banten harus melakukan manajemen asset. Yaitu inventarisasi asset dan identifikasi aset, hal ini sangat penting dilakukan oleh banten untuk mengetahui nilai-nilai aset yang dimiliki oleh banten itu sendiri dan untuk lebih jelas mengetahui bagaimana kondisi aset milik Banten itu sendiri. Sehingga dapat dikembangkan sesuai dengan nilai dari aset itu sendiri. Kesalahan disini Banten bias di bilang telat dalam mengidentifikasikan aset daerah dan menghitung nilai yang pasti pada aset tersebut.
Kesimpangsiuran atau duplikasi aset di provinsi banten disebabkan kurang adanya koordinasi antara pemerintah Provinsi Banten dengan pemerintah kabupaten/kota yang ada di wilayah itu sendiri. Sehingga masing-masing pemerintahan memiliki nilai aset yang berbeda satu sama lain. Kurangnya pengawasan terhadap aset daerah yang dimiliki dapat berakibat fatal dengan munculnya duplikasi aset tersebut dikabupaten/kota seperti yang terjadi pada kasus di atas. Hal ini dapat menimbulkan kurangnya kejelasan status kepemilikan aset daerah.
Kemudian banyaknya bangunan yang telah dirobohkan namun masih tercatat di DPKAD ini merupakan permasalan yang timbul karena kurangnya pengawasan terhadap aset daerah dan pengelolaan aset daerah yang belum efektif. Dalam pengelolaan aset darah pemerintah berkewajiban untuk melaporkan kondisj dan nilai BMD secara berkala. Hal ini penting untuk mengetahui  aset mana saja yang masih baik dan aset yang telah rusak serta aset yang telah dirobohkan. Sehingga tidak akan terjadi kesimpangsiuran dalam pencatatan aset seperti kasus diatas.
Permasalahan situ cipondoh harus segera diatasi oleh pemerintah provinsi Banten, mengingat aset tersebut lebih bermanfaat bagi kota tangerang agar tidak terjadi sengketa kepemilikan aset daerah tersebut. Pengamanan aset daerah harus dilaksanakan secara efektif dan efesien dalam mengatasi masalah situ cipondoh. Harus ada badan yang benar-benar mengurusi aset daerah di provinsi banten untuk melakukan pengelolaan aset secara maksimal, dan didukung oleh kebijakan dari pemerintah provinsi banten itu sendiri dalam pelaksanaan manajemen aset daerah.
Dalam kasus ini pemerintah Provinsi Banten haru melakukan pembukuan ulang mengenai semua aset yang dimiliki. Baik itu yang sudah tercatat maupun yang telah tercatat namun memiliki nilai yang masih simpangsiur. Hal ini harus segera dilaksanakan agar tidak adanya aset yang diakui oleh dareah lain yang kemudia akan menjadi sengketa kepemilikan aset antar daerah. Kegiatan ini pun dilakukan untuk mengantisipasi kondisi BMD dalam fungsi pelayanan public. Sehingga tidak ada aset yang kondisinya tidak diketahui atau dengan kondisi rusak ketika melakukan pelayanan public dan pelayanan public itu sendiri dapat terlaksana dengan baik dan maksimal.



2.      Kasus Kedua : “80 Persen Aset Daerah Belum Diinventariskan” (
Senin, 22 Oktober 2012 | 19:16:55 WITA | 95 HITS)

MAJENE, FAJAR -- Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam empat tahun terakhir menyebutkan bahwau Kabupaten Majene mendapat predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Hal ini disebabkan masih ada 80 persen aset daerah yang belum           diinventariskan.
Hal itu diungkapkan, Sekretaris Kabupaten Majene, Syamsiar Muchtar Machmud di hadapan seluruh panitia barang dan jasa yang mengikuti sosialisasi penatausahaan barang milik daerah Kabupaten Majene, di ruang pola Kantor Bupati, Sabtu, 20        Oktober.

Syamsiar mengungkapkan, salah satu kekurangan hasil laporan keuangan Kabupaten Majene selama ini adalah teknis pengelolaan aset daerah. Syamsiar mengatakan, ada sekitar 80 persen aset tetap daerah semisal tanah, bangunan, irigasi, infastruktur dan aset lainnya belum diinventariskan dengan benar.
"Untuk itu, segala permasalahan teknis dan kekurangan hasil laporan, harus mulai disesuaikan standar seperti yang tertuang dalam Permendagri Nomor 27 tentang Teknis Pengelolaan Aset Daerah," ujar      Syamsiar.
Menurut mantan Kepala Bappeda Majene ini, bupati mengisyaratkan paling lambat 2014, Kabupaten Majene harus naik peringkat dan memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Untuk itu, kata Syamsiar, semua pembinaan ataupun sosialisasi  harus dilakukan dengan serius dan    fokus.
"Untuk itu perlu peningkatan kualitas panitia barang dan jasa yang terus bekerja sama dengan BPKP Sulbar dalam hal pembinaan," tegas Syamsiar.
Sementara itu, auditor ahli madya BPKP Sulbar, I Gede Eka Prayoga mengungkapkan, untuk mendapatkan predikat WTP tidak begitu sulit. Menurutnya, harus ada perubahan pola kerja yang lama ke sistem yang seharusnya.
"Masalah yang selama ini terjadi karena kebiasaan mengulur waktu untuk mencatatkan barang dalam berita acara. Itu terus berlanjut sehingga pada akhirnya sudah tidak diketahui lagi berapa unit barang yang diterima," kata I Gede.
I Gede mengatakan, beberapa kasus yang ditangani BPKP, ada panitia barang dan jasa yang tidak detail dalam pencatatan. Padahal, menurut I Gede, semua barang yang diterima harus dicek dahulu fisiknya sebelum diterima, baik model maupun jumlahnya barulah          ditandatangani.
"Untuk itu, pemkab perlu membuat data base aset agar diketahui berapa aset yang dimiliki, posisi, jumlah, dan status kepemilikan. Karena banyak juga kasus gedung milik  pemkab namun tanah,  milik masyarakat," saran I Gede. (far)
Analisis :
Kasus di Majene merupakan kasus yang bisa dibilang sangat besar, karena 80% aset belum di inventarisasikan. Manajemen aset public belum terlaksana di Majene. Karena bahkan inventarisasi aset saja belum bias mereka realisasikan. Ini akan berakibat buruk jika dibiarkan terus-menerus. Tidak menutup kemungkinan aset-aset yang belum dicatat tersebut dapat diakui oleh daerah lain, bahkan bias sangat mudah di akui karena bukti kepemilikan aset tersebut saja belum dilakukan oleh Majene.
Reformasi birokrasi Publik harus segera dilakukan karena dalam kasus ini pemerintah masalah utama dalam penundaan inventarisasi aset. Reformasi birokrasi public mengubah seluruh system pemerintahan di Majene menjadi system yang lebih baik. Adanya New Publik Manajemen dapat meningkatkan kinerja dari pemerintah dalam pelaksanaan pemerintah, fleksibilitas pengelolaan, transparansi dan akuntabilitas dan lain-lain, untuk membuat cepat tercapainya tujuan daerah Majene tersebut. Sehingga tidak ada lagi anggota pemerintah yang mengulur waktu dalam melaksanakan pekerjaaan pemerintah khususnya dalam pengelolaan aset daerah.
Kurangnya kualitas para anggota pemerintahan di Majene turut mendukung pengelolaan aset public yang tidak maksimal. Kualitas SDM para anggota pemerintahan itu sendir dapat menentukan jalan atau tidaknya pengembangan aset yang dimiliki suatu daerah.
Peran dari manajemen aset itu sendiri adalah identifikasi potensi aset daerah, dengan mengidentifikasi potensi aset daerah, suatu daerah dapat menyusun strategi dalam pengembangan aset yang di milki sehingga daerah tersebut dapat mengoptimalisasi pendapatan asli daerah, untuk kemudian meningkatkan APBD daerah tersebut. Jika sampai saat ini Majene belum mengelola aset daerah dengan baik serta belum mneginventarisasi aset tersebut secara maksimal maka bagaimana pun usaha nya akan sulit untuk mengembangkan daerah Majene tersebut. Bahkan yang lebih buruk Majene hanya akan mendapatkan pendapatan asli daerah yang minim di banding daerah lain yang sudah mngembangkan aset yang dimilikinya.
Dalam kasus ini selain melakukan New Public Managemen di Majene, pemerintah daerah Majene pun harus memberikan pelatihan dan pembinaan kepada para anggota pengelola barang dan jasa daerah untuk meningkatkan kualitas mereka dalam pelaksanaan pengelolaan aset daerah. Sehingga dapat diketahui berapa jumlah aset yang dimiliki dan aset yang telah rusak serta aset-aset yang belum dapat dikembangkan. Selain itu kebijakan yang dibuat pemerintah majene dalam hal pengelolaan aset harus disesuaikan dengan situasi daerah Majene tersebut kemudian memberikan sanksi yang tegas dan pengawasan yang aik dalam pelaksanaannya agar Manejemen aset daerah dapat terlaksana secara maksimal.


MPS KUALITATIF “PENGEMBANGAN PELAYANAN PUBLIK BERBASIS IT DI DISDUKCAPIL KABUPATEN PANDEGLANG”


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Era globalisasi yang datang lebih cepat dari yang diperkirakan telah membuat isu-isu semacam demokratisasi, hak asasi manusia, hukum, transparansi, korupsi, civil society, good corporate governance, perdagangan bebas, pasar terbuka, dan lain sebagainya menjadi hal-hal utama yang harus diperhatikan oleh setiap bangsa jika yang bersangkutan tidak ingin diasingkan dari pergaulan dunia. Dalam format ini, pemerintah harus mengadakan reposisi terhadap peranannya didalam sebuah negara, dari yang besifat internal dan fokus terhadap kebutuhan dalam negeri, menjadi lebih berorientasikepada eksternal dan fokus kepada bagaimana memposisikan masyarakat dan negaranya didalam sebuah pergaulan global. Jika dahulu didalam sebuah negara kekuasaan leih berpusat pada sisi pemerintahan (supply side), maka saat ini bergeser kearah masyarakat (demand side), sehingga tuntunan masyarakat terhadap kinerja pemerintahnya semakin tinggi (karena untuk dapat bergaul dengan mudah dan efektif dengan masyarakat negara lain,masyarakat disebuah negara harus memiliki sebuah lingkungan yang kondusif – dimana hal ini merupakan tanggung jawab pemerintah). (Richardus Eko Indrajit, 2006 : 7)
Globalisasi merupakan sebuah fenomena dimana negara-negara di dunia secara langsung maupun tidak langsung mengharapkan terjadinya sebuah interaksi antar masyarakat yang jauh lebih efektif dan efesien dibandingkan dengan saat-saat sebelumnya. Di dalam format ini, proses interaksi dan komunikasi antar negara-negara di dunia akan lebih intens di bandingkan dengan apa yang selama ini pernah terjadi. Adalah suatu kenyataan bahwa globalisasi telah membuka isolasi batasan antar negara yang selama ini berlaku, terutama untuk hal-hal yang berhubungan dengan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan hukum-akibat sedemikian cepat dan akuratnya informasi mengalir dari satu tempat ke tempat lain.
Seperti layaknya dua sisi pada mata uang, fenomena globalisasi menjanjikan sebuah lingkungan dan suasana kehidupan bermasyarakat yang jauh lebih baik. Namun di sisi lain, terdapat pula potensi terjadinya chaos jika perubahan ini tidak dikelola dan dijalani secara baik. Karena pada suatu titik ekstern seorang individu di sebuah negara dapat melakukan apa saja yang dikehendakinya dengan individu yang berada di negara lain, maka jelas bahwa kehidupan masyarakat harus dapat terlebih dahulu ditata dengan baik di dalam sebuah sistem yang menjamin bahwa negara yang bersangkutan akan memperoleh manfaat yang besar di dalam lingkungan sosial, bukan sebaliknya.
Dengan kata lain, jelas terlihat bahwa peranan pemerintah di dalam sebuah negara untuk menciptakan sebuah lingkungan yang kondusif dalam menghadapi era globalisasi merupakan sesuatu yang mutlak harus dilakukan. Visi pemerintah sebuah negara selain memiliki dimensi internal tidak dapat pula dilepaskan dengan aspek eksternal yang ada, terutama yang berhubungan dengan trend hubungan antar neraga dan antar anggota masyarakatnya di era-era mendatang. (Richardus Eko Indrajit, 2006 : ix)
Adanya desakan dari negara-negara besar bahwa untuk dapat bergaul secara baik di dalam era global negara yang bersangkutan harus memperhatikan hal-hal semacam demokratisasi, hak asasi manusia, kepastian hukum, dan pencegahan korupsi, maka terlihat secara tidak langsung tuntutan masyarakat terhadap pemerintahannya pun menjadi berubah. Pemerintah diminta untuk lebih responsif terhadap permintaan masyarakatnya, lebih memperbaiki kinerja birokrasi dan administrasinya agar mutu pelayanan membaik secara signifikan, lebih baik dalam menghasilkan keputusan-keputusan yang berkualitas, lebih menyadari berbagai perubahan mendasar yang harus dipahami dan dilakukan untuk dapat berkompetisi dengan negara-negara lain, dan lain sebagainya. (Richardus Eko Indrajit, 2006 : x)
Di negara-negara maju, hasil dari pemanfaatan teknologi digital telah melahirkan sebuah bentuk mekanisme birokrasi pemerintahan yang baru, yang mereka istilahkan sebagai electronic government memperlihatkan sebuah keinginan yang sama, yaitu bertransformasinya bentuk-bentuk interaksi antara pemerintah dengan masyarakatnya yang terlampau birokratis, menjadi mekanisme hubungan interaksi yang jauh lebih bersahabat.(Richardus Eko Indrajit, 2006 : xi)
Ledakan Teknologi Informasi dan Komunikasi telah membuat cerita baru dengan membuat masyarakat menerima informasi secara bebas. Semua penghalang dalam hal informasi dan komunikasi perlahan menghilang karena keinginan yang kuat  dari masyarakat yang ingin mengetahui keadaan disekitarnya.
Perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat member manfaat yang luar biasa bagi umat manusia. Hal-hal yang dulu terlihat rumit dan musatahil kini bias terwujudkan dengan begitu mudah dan praktis. Penemuan-penemuan yang terus dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman membuat semua hal menjadi sangat mudah. Mulai dari teknologi yang dikembangankan dengan kecepatan dan ketepatan yang luar biasa, hingga adanya robot yang bias melakukan pekerjaan yang dilakukan manusia.

Bagi masyarakat sekarang, teknologi informasi dan komunikasi merupakan suatu religion. Pengembangannya dianggap sebagai solusi dari permasalahan yang ada. Sementara orang bahkan memuja hal tersebut sebagai liberator yang akan membebaskan mereka dari kungkungan kefanaan dunia. Selain itu, hal tersebut juga diyakini akan memberi umat manusia kebahagiaan dan immortalitas. Sumbangan teknologi informasi dan komunikasi terhadap peradaban dan kesejahteraan manusia tidaklah dapat dipungkiri.

Seperti yang kita ketahui bahwa di era serba modern seperti saat ini, peran teknologi informasi dalam kehidupan sehari-hari tentunya sangat berpengaruh. Hal ini tidak terlepas dari aktivitas kita yang kerap kali ditunjang dengan teknologi informasi itu sendiri yang mampu menjawab tuntutan pekerjaan yang lebih cepat, mudah, murah dan menghemat waktu.

Kemajuan teknologi merupakan jawaban dari globalisasi yang semakin hari semakin tak terkontrol. Terutama bagi para penuntut ilmu. Sudah tidak bisa dipungkiri lagi banyak kalangan mahasiswa yang menggunakan teknologi tersebut bukan hanya sekedar gaya hidup namun sudah menjadi sebuah kebutuhan sehari-hari. Yang kemudian membuta paa mahsiswa tersebut menjadi konsumtif dalam berbagai hal.

Di satu sisi, teknologi memiliki keuntungan bagi orang yang menggunakannya. Misalkan saja dalam hal berbagi informasi, para mahasiswa dapat mengakses informasi dunia dengan cepat dan mudah, sehingga mereka dapat menyadari bahwa dunia seakan berada di genggaman mereka. Suatu akses yang tentunya akan memperkaya para mahaiswa dengan segudang informasi yang dapat memacu motivasi mereka untuk meningkatkan kreativitasnya, khususnya dalam bidang informatika.

Kemajuan teknologi informasi (komputer dan telekomunikasi) terjadi sedemikian pesatnya sehingga data, informasi, dan pengetahuan dapat diciptakan dengan teramat sangat cepat dan dapat segera disebarkan ke seluruh lapisan masyarakat diberbagai belahan didunia dalam hitungan detik,hal ini berarti bahwa setiap individu diberbagai negara didunia dapat saling brkomunikasi secara langsung kepada siapapun yang dikehendaki tanpa dibutuhkan parantara (mediasi) apapun. Tentu saja buah dari teknologi ini akan sangat mempengaruhi bagaimana pemerintah dimasa moderen harus bersikap dalam melayani masyarakatnya, karena banyak aspek-aspek dan fungsi pemerintah konveensional yang secara tidak langsung telah diambil alih oleh masyarakatnya sendiri (misalnya masalah pers, sosial, agama, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya) karena adanya teknologi ini. Inilah alasan lain mengapa pemerintah dipaksa untuk mulai mengkaji fenomena yang ada agar yang bersangkutan dapat secara benar dan efektif memposisikan peranandirinya. (Richardus Eko Indrajit, 2006 : 7, 8 )
Meningkatnya kualitas kehidupan masyarakat didunia tidak terlepas dari semakin membaiknya kinerja industri swasta dalam melakukan kegiatan ekonominya, keintiman antara masyarakat (sebagai pelanggan) dengan pelaku ekonomi (pedagang, investor, perusahaan dan lain-lain) telah membuat terbentuknya sebuah setandard pelayanan yang semakin membaik dari waktu ke waktu.percepatan penigkatan kinerja disektor swasta ini tidak diikuti dengan percepatan yang sama disetor publik, sehingga masyarakat dapat melihat adanya kepicangan dalam standard kualitas pemberian pelayanan. Dengan kata lain, secara tidak langsung tuntutan masyarakat agar pemerintah meningkatkan kinerja semakin tinggi; bahkan jika terbukti terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam pengelolaan uang rakyat,masyarakat tidak segan-segan untuk mengevaluasi kinerja pemerintah melalui demonstrasi atau jalur-jalur lainnya. (Richardus Eko Indrajit , 2006 : 8).
Kabupaten Pandeglang, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Banten, Indonesia. Ibukotanya adalah Pandeglang. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Serang di utara, Kabupaten Lebak di Timur, serta Samudra Indonesia di barat dan   selatan. (http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Pandeglang)
Kabupaten yang masih bisa di bilang tertinggal dengan kebupaten dan kota lainnya di Provinsi Banten ini mulai memprogramkan konsep e-Government yang saat ini sedang gencar-gencarnya di laksanakan oleh pemerintah pusat. Namun dibalik pelaksanaan e-Government di kabupaten Pandeglang banyak ditemukan berbagai hal yang tidak sesuai dengan konsep e-government itu sedniri.  Banyak aspek-aspek e-Government belum terlengkapi dalam pelaksanaan e-Government di kabupaten pandeglang. Aspek-aspek tersebut mencakup,  E-Leadership; aspek ini berkaitan dengan prioritas dan inisiatif negara didalam mengantisipasi dan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Infrastruktur Jaringan Informasi; aspek ini berkaitan dengan kondisi infrastruktur telekomunikasi serta akses, kualitas, lingkup, dan biaya jasa akses. Pengelolaan Informasi; aspek ini berkaitan dengan kualitas dan keamanan pengelolaan informasi, mulai dari pembentukan, pengolahan, penyimpanan, sampai penyaluran dan distribusinya. Lingkungan Bisnis; aspek ini berkaitan dengan kondisi pasar, sistem perdagangan, dan regulasi yang membentuk konteks bagi perkembangan bisnis teknologi informasi, terutama yang mempengaruhi kelancaran aliran informasi antara pemerintah dengan masyarakat dan dunia usaha, antar badan usaha, antara badan usaha dengan masyarakat, dan antar masyarakat. Masyarakat dan Sumber Daya Manusia, aspek ini berkaitan dengan difusi teknologi informasi didalam kegiatan masyarakat baik perorangan maupun organisasi, serta sejauh mana teknologi informasi disosialisasikan kepada masyarakat melalui proses pendidikan. Persoalan ini akan menjadi semakin besar jika dibiarkan terus menerus, mengingat perkembangan teknologi yang semakin hari semakin maju. Jika persoalan belum terpenuhinya aspek-aspek e-Governmen dalam pelaksanaan pelayanan public di  kabupaten pandeglang khususnya di Disdukcapil kab. Pandeglang maka kabupaten ini akan semakin tertinggal dan pelaksanaan e-Government tidak akan terlaksana secara maksimal. Banyaknya persoalan yang terjadi dalam pelayanan public berbasis IT inilah yang kemudian  membuat saya tertarik untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan e-Government di Kabupaten Pandeglang Khususnya di Disdukcapil Kab. Pandeglang.
1.2  Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah adalah pengenalan masalah atau inventarisir masalah. Masalah penelitian bisa didefinisikan sebagai pernyataan yang mempermasalahkan suatu variabel atau hubungan antara variabel pada suatu fenomena. Fenomena yang terjadi di Disdukcapil kabupaten pandeglang dalam melaksanakan program e-Government banyak menghadapi berbgai kendala di antaranya
Leadership kepemimpinan yang ada di disdukcapil kabupaten pandeglang terlihat belum tegas dan belum memiliki inisiatif dalam pengembangan pelayanan public berbasis IT meskipun terlihat dia sudah melek teknologi namun belum menerapkan dalam pemberian pelayanan public
Infrastruktur jaringan komunikasi yang masih terlihat minim dalam pelaksanaan pelayanan public, ini terlihat dengan hanya beberapa meja saja yang menggunakan computer dalam pekerjaannya, serta berdasarkan data masih ada beberapa kecamatan yang belum memiliki alat pembuatan e-ktp.
Pengelolaan informasi yang masih berbelit-belit dalam pembuatan berbagai surat-surat dan masih belum terfokus pada satu tempat dan teknologi yang tersedia.
Sumber daya manusia di disdukcapil kabupaten pandeglang yang belum seluruhnya melek teknologi, artinya meskipun faham dalam hal pengoperasian computer namun hanya pada hal-hal penting saja dan tidak menyeluruh dalam penggunaan teknologi, kemudia dalam pembuatan e-ktp hanya beberapa orang saja yang dapat mengoperasikan alat tersebut.
Melihat dari fakta-fakta tersebut maka masalah yang terjadi dalam fenomena yang saya teliti adalah:
a.       Kepemimpinan Disdukcapil yang belum memiliki inisiatif dalam pengembangan pelayanan public berbasi IT
b.      Belum lengkapnya infrastruktur yang dapat mendukungnya proses pelaksanaan e-Government
c.       Pengelolaan informasi yang masih terpecah belah dan tidak terpusat pada satu system teknologi.
d.      Sumber daya manusia yang belum memenuhi standar pelaksanaan e-Government
e.       Kurangnya sosialisasi pemerintah disdukcapil kab. Pandeglang kepada masyarakat dalam proses pelaksanaan e-Government

1.3  Batasan Masalah
Batasan masalah adalah ruang lingkup masalah atau membatasi ruang lingkup masalah yang terlalu luas / lebar sehingga penelitian lebih bisa fokus untuk dilakukan. Penelitian yang saya lakukan hanya pada lingkup Proses Pelaksanaan e-Government di Disdukcapil Kab. Pandeglang

1.4  Rumusan Masalah

1)      Bagaimanakah  pemahaman anggota disdukcapil kab. Pandeglang tentang arti dan makna E – Government ?
2)      Bagaimana manajement strategi disdukcapil Kab. Pandeglang dalam meningkatkan  pelayanan publik berbasis IT atau E – Government?

1.5  Tujuan Penelitian
1)      Untuk mengetahui program pemerintah dalam upaya peningkatan E – Government di Kab. Pandeglang
2)      Untuk mengetahui upaya apa saja yang telah dilakukan pemerintah dalam mengembangkan pelayanan publik berbasis IT
3)      Memenuhi tugas MPS Kualitatif

1.6  Manfaat Penelitian
1)      Akademik
a.       Untuk memberi pengetahuan baru bagi para mahasiswa. Sekaligus menambah perbendaharaan data bagi kampus UNTIRTA
b.      Menambah wawasan peneliti terhadap masalah yang di teliti
c.       Sebagai salah satu pemikiran dan penggambaran aplikasi pelayanan publik berbasis IT atau E - Government
2)      Praktis
a.       Untuk memberikan suatu tambahan informasi dan gambaran tentang manfaat dan fungsi penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan publik
b.      Menjadi salah satu bahan atau rujukan bagi penelitian sejenis khususnya di lingkungan mahasiswa di masa depan
c.       Hasil penelitian ini di harapkan dapat bergua sebagai bahan masukan dan referensi bagi para mahasiswa



























BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Landasan Teori

A. Pengertian E – Government
Berbeda dengan definisi e-Commerce maupun e-Business yang cenderung universal, e-Government sering digambarkan atau dideskripsikan secara cukup beragam oleh masing-masing individu atau komunitas. Hal ini disebabkan karena berbagai hal:
a)      Walaupun sebagai sebuah konsep e-Government memiliki prinsip-prinsip dasar yang universal, namun karena setiap negara memiliki skenario implementasi atau penerapannya yang berbeda, maka definisi dari ruang lingkup e-Government-pun menjadi beraneka ragam.
b)      Spektrum implementasi aplikasi e-Government sangatlah lebar mengingat sedemikian banyaknya tugas dan tanggung jawab pemerintah sebuah negara yang berfungsi untuk mengatur masyarakatnya melalui berbagai jenis interaksi dan transaksi.
c)      Pengertian dan penerapan e-Government di sebuah negara tidak dapat dipisahkan dengan kondisi internal baik secara makro maupun mikro dari negara yang bersangkutan, sehingga pemahamannya teramat sangat ditentukan oleh sejarah, budaya, pendidikan, pandangan politik, kondisi ekonomi, dari negara yang bersangkutan; dan
d)     Visi, misi, dan strategi pembangunan sebuah negara yang sangat unik mengakibatkan terjadinya beragam pendekatan dan skenario dalam proses pengembangan bangsa sehingga berpengaruh terhadap penyusunan prioritas pengembangan bangsa.
Masalah definisi ini merupakan hal yang penting, karena akan menjadi bahasa seragam bagi para konseptor maupun praktisi yang berkepentingan dalam menyusun dan mengimplementasikan e-Government di suatu negara. Terkadang definisi yang terlampau sempit akan mengurangi atau bahkan meniadakan berbagai peluang yang ditawarkan oleh e-Government, sementara definisi yang terlampau luas dan mengambang akan menghilangkan nilai (value) manfaat yang ditawarkan oleh e-Government.
1. Definisi Lembaga dan Institusi Non-Pemerintah
Pertama-tama marilah dikaji terlebih dahulu bagaimana lembaga-lembaga non-pemerintah memandang ruang lingkup dan domain dari e-Government.
Bank Dunia (World Bank) mendefinisikan e-Government sebagai berikut:
E-Government mengarahkan untuk penggunakan TI oleh semua agen pemerintahaan (seperti WAN, internet, mobile computing) yang mempunyai kemampuan untuk mengubah hubungan dengan masyarakat, bisnis, dan pihak yang terkait dengan pemerintahan
Di sisi lain, UNDP (United Nation Development Programme) dalam suatu kesempatan mendefinisikannya secara lebih sederhana, yaitu:
E-Government adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (ICT- Information and Communicat-ion Technology) oleh pihak pemerintahan.
Sementara itu, vendor perangkat lunak terkemuka semacam SAP memiliki definisi yang cukup unik, yaitu:
E-Government adalah sebuah perubahan yang global untuk mempromosikan penggunaan internet oleh pihak pemerintah dan pihak yang terkait dengan nya.
Janet Caldow, Direktur dari Institute for Electronic Government (IBM Corporation) dari hasil kajiannya bersama Kennedy School of Government, Universitas Harvard, memberikan sebuah definisi yang menarik, yaitu:
E-Government bukanlah sebuah perubahan fundamental yang berjangka pendek pada pemerintahan dan kepemerintahan dan hal itu kita tidak dapat menyaksikan pada permulaan era industrialisasi.
Definisi menarik dikemukakan pula oleh Jim Flyzik (US Department of Treasury) ketika diwawancarai oleh Price Waterhouse Coopers, dimana yang bersangkutan mendefinisikan:
E-Government adalah membawa pemerintahan kedalam dunia internet, dan bekerja pada waktu internet.
2. Definisi Beragam Pemerintahan
Setelah melihat bagaimana lembaga-lembaga atau institusi-institusi mendefinisikan e-Government, ada baiknya dikaji pula bagaimana sebuah pemerintahan menggambarkannya.
Pemerintah Federal Amerika Serikat mendefinisikan e-Government secara ringkas, padat, dan jelas, yaitu:
E-Government mengacu kepada penyampaian informasi dan pelayanan online pemerintahan melalui internet atau media digital lainnya.
Sementara Nevada, salah satu negara bagian di Amerika Serikat, mendefinisikan e-Government sebagai:
a)       Pelayanan online menghilangkan hambatan tradisional untuk memberikan kemudahan akses kepada masyarakat dan bisnis dalam memakai layanan pemerintaha.
b)       Operasional pemerintahan untuk konstitusi internal dapat disederhanakan permintaan operasinya untuk semua agen pemerintah dan pegawainya.
Pemerintah Selendia Baru melihat e-Government sebagai sebuah fenomena sebagai berikut:
E-Government adalah sebuah cara bagi pemerintahaan untuk menggunakan sebuah teknologi baru untuk melayani masyarakat dengan memberikan kemudahaan akses untuk pemerintah dalam hal pelayanan dan informasi dan juga untuk menambah kualitas pelayanan serta memberikan peluang untuk berpartisipasi dalam proses dan institusi demokrasi
Italia mungkin termasuk salah satu negara yang paling lengkap dan detail dalam mendefinisikan e-Government, yaitu:
Dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communicat-ion Technology -ICT) yang moderen pada pengadministrasian kita, dapat dibandingkan menurut kelas aksi dibawah ini:
1.      Desain komputerisasi untuk tambahan efisiensi operasional dengan inividu tiap departemen dan divisi.
2.      Pelayanan komputerisasi untuk masyarakat dan perusahaan, sering kali mengimplementasi integrasi pelayanan pada departemen dan divisi yang berbeda.
3.      Ketetapan akses ICT untuk pengguna akhir dari layanan informasi pemerintahan.
Ketika mempelajari penerapan e-Government di Asia Pasifik, Clay G. Wescott (Pejabat Senior Asian Development Bank), mencoba mendefinisikannya sebagai berikut:
E-government adalah menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) untuk mempromosikan pemerintahan yang lebih effisien dan penekanan biaya yang efektif, kemudahan fasilitas layanan pemerintah serta memberikan akses informasi terhadap masyarakat umum, dan membuat pemerintahan lebih bertanggung jawab kepada masyarakat.

B. Manfaat E-Government
Tanpa mengecilkan arti dari beragam contoh definisi yang telah dipaparkan sebelumnya, setidak-tidaknya ada tiga kesamaan karakteristik dari stiap devinisi e-government, yaitu masing-masing adalah:
a)      Merupakan suatu mekanisme interaksi baru (mederen) antara pemerintah dengan masyarakat dan kalangan lain yang berkepentingan (stakeholder); dimana
b)      Melibatkan pengguna teknologi informasi (terutama internet); dengan tujuan
c)      Memperbaiki mutu (kualitas) pelayanan yan selama berjalan.
Secara jelas dua negara besar yang terdepan mengimplementasikan konsep e-government, yaitu amerika dan inggris melalui Al Gore dan Tony Blair, telah secara jelas dan memperinci menggambarkan manfaat yang diperoleh dengan diterapkannya konsep e-government bagi suatu negara,antara lain:
a)      Memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada stakeholder-nya (masyarakat, kalangan bisnis, dan industri) terutama dalam hal kinerja efektivitas dan efisiensi di berbagai bidang kehidupan bernegara;
b)      Meningkatkan transparansi, kontrol, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka penerapan konsep Good Corporate Govornance;
c)      Mengurangi secara signifikan  total biaya administrasi, relasi, dan interaksi yang dikeluarkan pemerintah maupun stakeholder-nya untuk aktivitas sehari-hari;
d)     Memberikan peluang bagi pemerintah untuk mendapakan sumber-sumber pendapatan baru melaui enteraksinya dengan pihak-pihak yang berkepentingan;
e)      Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat secara cepat dan tepat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi sejalan dengan berbagai perubahan global dan trend yang ada; serta
f)       Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra pemerintah dalam proses pengambilan berbagai kebijakan publik secara dan demokratis;
C. Sasaran Pembangunan E-Government
a.       Pembentukan jaringan informasi dan transaksi pelayanan publik yang berkualitas dan terjangkau
b.       Pembentukan hubungan interaktif dengan dunia usaha untuk meningkatkan dan memperkuat kemampuan perekonomian menghadapi perubahan dan persaingan perdagangan internasional
c.        Pembentukan mekanisme komunikasi antar lembaga pemerintah serta penyediaan fasilitas bagi partisipasi masyarakat dalam proses kepemerintahan
d.       Pembentukan sistem manajemen dan proses kerja yang transparan dan efisien serta memperlancar transaksi dan layanan antar lembaga pemerintah
D. Visi e-Government
Konsep e-government ini berkembang di atas tiga kecenderungan, yaitu :
1.      Masyarakat bebas memilih bilamana dan darimana yang bersangkutan ingin ingin berhubungan dengan pemerintahnya untuk melakukan berbagai transaksi atau mekanisme interaksi yang diperlukan selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu (non-stop)
2.      Untuk menjalankan mekanisme interaksi tersebut masyarakat dapat boleh memilih berbagai kanal akses, baik yang sifatnya tradisional/konvensional maupun yang paling modern, baik yang disediakan oleh pemerintah dengan sector swasta atau institusi non komersial lainnya
3.      Seperti layaknya konduktor dalam sebuah orchestra, pemerintah dalam hal ini berperan sebagai coordinator utama yang memungkinkanberbagai hal yang diinginkan masyarakat tersebut, artinya yang bersangkutan akan membuat sebuah suasana yang kondusif agar tercipta sebuah lingkungan penyelenggaraaan pemerintahan seperti yang dicita-citakan rakyatnya tersebut.
Visi e-Government yang baik akan berlandaskan pada empat prinsip utama yaitu :

1.      Prinsip Pertama
Fokuslah pada perbaikan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Karena begitu banyaknya jenis pelayanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakatnya, maka harus dipikirkan pelayanan mana saja yang menajdi prioritas. Prioritaskanlah jenis pelayanan di mana :
a.          Memiliki volume transaksi yang besar dan melibatkan banyak sekali sumber daya manusia
b.         Membutuhkan  interaksi dua arah  antara pemerintah dengan masyarakatnya
c.          Memungkinkan terjadinya kerja sama antara pemerintah dengan kalangan lain seperti institusi swasta dan lembaga non-komersial lain.
Setelah menentukan jenis pelayanan ini, tentukanlah ukuran kinerjanya yang akan menjadi target manfaat yang diinginkan sebelum menetukan total biaya investasi yang sesuai.
2.      Prinsip Kedua
Bangunlah sebuah lingkungan yang kompetitif. Yang dimaksud dengan lingkungan kompetitif disini adalah bahwa misi untuk melayani masyarakat tidak hanya diserahkan, dibebankan, atau menjadi hak dan tanggung jawab institusi public semata, tetapi sektor swasta dan non-komersial diberikan pula kesempatan untuk melakukannya. Bahkan tidak mustahil sektor-sektor ini akan bersaing dengan pemerintah dalam upaya untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat. Di sini pemerintah harus mampu membuat sebuah lingkungan kompetisi yang adil, obyektif, tidak memihak, dan kondusif bagi tercapainya visi e-Government.
3.      Prinsip Ketiga
Berikan penghargaan pada inovasi, dan berilah ruang kesempatan bagi kesalahan. Konsep e-Government merupakan sebuah pendekatan yang masih baru, di mana semua bangsa dan Negara sedang melakukan eksperimen dengannya. Adalah suatu hal yang normal jika dari sedemikian banyak program dalam potofolio e-Govenrment di satu sisi diketemukan keberhasilan sementara banyak sekali pihak yang mendukung sementara di pihak lain menentang juga tidak sedikit.  Pemerintah tidak perlu ragu-ragu jika terkadang untuk satu prototip proyek e-government tertentu, sebuah target yang ambisius dicanangkan untuk memacu kinerja dari mereka yang terlibat dalam proyek tersebut. Walaupun pemerintah memberikan ruang bagi mereke berbuat salah dan gagal dalam mengimplementasikan sebuah konsep e-Government, yang bersangkutan harus pula bersikap adil dalam arti kata jangan sampai pihak-pihak luar yang telah berbuat kesalahan besar mendapatkan priorotas kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya.
4.      Prinsip Keempat
Tekankan pada pencapaian efesiensi. Pemberian pelayanan dengan memanfaatkan teknologi digital atau internet tidak selamanya harus menjadi jalur alternative mendampingi kanal konvensional karena pada suatu saat nanti, terutama nanti setelah mayoritas masyarakat terbiasa menggunakan kanal digital, jalur tradisional harus dihapuskan agar pemerintah menjadi sangat efesien. Efesien juga dapat dinilai dengan besarnya manfaat dan pendapatan tambahan yang diperoleh pemerintah dan implementasi jalur modern terkait.

E. Elemen Sukses Pengembangan E-Govenrment
Menurut hasil kajisan dan riset dari Harvard JFK School of Government, untuk meneapkan konsep-konsep digitalisasi pada sektor public, ada tiga elemen sukses yang harus similiki dan diperhatikan sungguh-sungguh. Masing-masing elemen tersebut adalah :
1.      Support
Elemen pertama dan paling krusial yang harus dimiliki oleh pemerintah adalah keinginan (intent) dari berbagai kalangan pejabat public dan politik untuk benar-benar menerapkan konsep Govenrment, bukan hanya sekedar mengikuti trend atau justrumenentang inisiatif yang berkaitan dengan prinsip-prinsip e-Govenrment. Tanpa adanya unsure “Political will” ini, mustahil berbagai inisiatif pembanguna dan pengembangan e-Govenrment dapat berjalan dengan mulus. Karena budaya birokrasi cenderung bekerja berdasarkan model manajemen “top down”, maka jelas dukungan implementasi program e-Government yang efektif harus dimulai dari para pimpinan pemerintahan yang berada pada level tertinggi sebelum merambat ke level-level dibawahnya. Yang dimaksud dengan dukungan di sini juga bukanlah hanya pada omongan semata, namn lebih jauh lagi dukungan yang diharapkan adalah dalam bentuk hal-hal sebagai beikut :
a.       Disepakatinya kerangka e-Government sebagai salah asatu kunci sukses Negara dalam mencapai visi dan misi bangsanya, sehingga harus diberikan priorotas tinggi sebagaimana kunci-kunci sukses lain diperlukan.
b.      Dialokasikannya sejumlah sumber daya di setiap tataran pemerintahan untuk membangun konsep ini dengan semangat lintas sektoral
c.       Dibangunnya berbagai infrastruktur dan superstruktur pendukung agar tercipta lingkungan kondusif untuk mengembangkan e-Government
d.      Disosialisasikannya konsep e-Government secara mrata kontinyu, konsisten, dan menyeluruh kepada seluruh kalangan birokrat secara khusus dan masyarakat secara umum melalui berbagai cara kampanye yang simpatik.
2.      Capacity
Yang dimaksud dengan elemen kedua ini adalah adanya unsure kemampuan atau keberdayaan dari pemerintah setempat dalam mewujudkan e-Government terkait menjadi kenyataan. Ada tiga hal minimum yang paling tidak harus dimiiki oleh pemeintah sehubungan dengan elemen ini, yaitu :
a.          Ketersediaan sumber daya yang cukup untuk melaksanakan berbagai inisiatif e-Government, terutama yang berkaitan dengan dumber financial
b.         Ketersediaan infrastruktur teknologi informasi yang memadai karena fasilitas ini merupakan 50% dari kunci keberhasilan penerapan konsep e-Government
c.          Ketersediaan  sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan keahlian yang dibutuhkan  agar penerapan e-Government dapat sesuai dengan asas manfaat yang diharapkan
d.         Perlu diperhatikan di sini bahwa ketiadaan satu atu lebih elemen prasyarat tersebut janganlah dijadikan alasantertundanya sebuah pemerintah tertentu dalam usahanya untuk menerapkan e-Government, terlebih-lebih karena banyaknya fasilitas dan sumber daya krusial yang berada di luar jangkauan pemerintah. Justru pemerintah harus mencari cara efektif agar dalam waktu cepat dapat memiliki ketiga prasyara tersebut, misalnya melalui usaha-usaha kerja sama dengan swasta, bermitra dengan pemerintah daerah/Negara tetangga, merekrut SDM terbaik dari sektor non public, mengalihdayakan berbagai teknologi yang tidak dimiliki, dan lain sebagainya.
3.      Value
Elemen pertama dan kedua merupakan dua buah aspek yang dilihat dari sisi pemerintah selaku pihak pemberi jasa. Berbagai inisiatif e-Government tidak ada gunanya jika tidak ada pihak yang merasa diuntungkan dengan adanya implementasi konsep tersebut dan dalam hal ini, yang menentukan besar tidaknya manfaat yang diperoleh dengan adanya e-Government bukanlah kalangan pemerintah sendiri, melainkan masyarakat dan mereka yang berkepentingan. Untuk itulah makapemerintah harus benar-benar teliti dalam memilih prioritas jenis aplikasi e-Government apa saja yang harus didahulukan pembangunannya agar benar-benar memberikan value yang secara signifikan dirasakan oleh masyarakatnya. Salah dalam mengerti apa yang dibutuhkan masyarakat justru akan mendatangkan boomerang bagi pemerintah yang akan semakin mempersulir meneruskan usaha mengembangkan  konsep e-Government.

F. Tiga Tantangan Besar E-Government
Berdasarkan hasil studi sejumlah praktisi e-Government di berbagai Negara. Secara pokok ada tiga tantangan terbesar yang dihadapi  oleh pemerintah maupun masyarakat dalam mengembangkan konsep e-Government di negaranya masing-masing :
1)      Tantangan Penentuan Kanal Akses
Seperti dketahui bersama, di dalam konsep e-Government, masyarakat mendapatkan keleluasaan dan fleksibilitas dalam berhubungan dengan pemerintahannya kapan saja dan dimana saja yang bersangkutan menghendaki. Jika selama ini cara berhubungan denganpemerintah adalah melalui kanal akses tradisional yang beroperasi selama jam kerja kantor maka dengan memanfaatkan fasilitas dan teknologi informasi  yang ada, masyarakat dapat melakukan transaksi dan interaksi selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu. Dengan kata lain, kanal akses meupakan salah satu kunci sukses dalam pengembangan e-Government karena fungsinya sebagai antarmuka yang menghubungkan masyarakat dengan pemerintah. Masalah yang dihadapi sehubungan dalam hal ini adalah :
a.       Jenis teknologi kanal akses apa saja yang harus dibangun sehingga dapat dipergunakan oleh masyarakat
b.      Bagaimana agar keberadaanyya dapat merata diseluruh wilayah Negara sehingga dapat menyentuh setiap lapisan masyarakat yang ada
c.       Strategi apa yang harus dijalankan agar masyarakat yang belum terbiasa dengan teknologi dapat memanfaatkannya.
Bebrapa prinsip dasar yang harus dipertimbangkan dalam manyusun strategi sehubungan dengan pemecahan masalah di atas adalah sebagai berikut :
a)      Pemerintah selaku pihak yang memiliki inisiatif untuk meimplementasikan  e-government harus tetap dapat meyakinkan mereka yang tidak bias atau tidak berminat untuk mempergunakan berbagai fasilitas teknologi informai bahwa pengembangan e-Government tetap akan memberikan manfaat bagi mereka . yang dimaksudkan di sini adalah bahwa dimata mereka yang tidak mau merubah cara atau perilaku konvensional dalam melakukan hubungan dengan pemeintah dapat merasakan adanya perbaikan pelayanan dari hari ke hari. Mereka tidak perlu tahu apa yang terjadi di belakang semua itu. Namun yang mereka ketahui adalah kinerja pemerintah terlihat meningkat, dan hal tersebut mulai terjadi semenjak program e-Government di pemerintahan di canangkan. Jangan justru terjadi sebaliknya seperti yang kerap terjadi di Negara-negara berkembang, dimana setelah dijalankan sebuah proyek pilot e-Government, justru membuat biaya pelayanan menjadi semakin mahal. Hal yang harus melulu memanfaatkan teknologi yang berbasis computer personal (PC), karena tidak semua masyarakat terlepas dari berbagai karakteristik dan latar belakang menguasai penggunaan teknologi ini. Justru pemerintah harus peka terhadap perkembangan teknologi digital penyerta lain yang lebih tinggi penetrasinya dan lebih banyak penggunaannya, seperti telepon rumah, handphone, televise, dan lain sebagainya. Sehingga pemerintah dapat menyentuh dan mengajak seluruh masyarakatnya untuk berpartisipasi menggunakan e-Government melalui penggunaan dan pemanfaatan fasilitas teknologi yang telah mereka kenal baik sebelumnya.
b)      Yang menentukan jenis akses yang cocok dalam melakukan beragam interaksi e-Government adalah masyarakat, bukan pemerintah. Seringkali di pemerintahan yang cenderung otoriter, merekalah yang menentukan teknologi apa saja yang harus dipergunakan secara beragam oleh masyarakatnya tanpa peduli apakah yang bersangkutan dapat dan mau membeli dan menggunakan teknologi tersebut atau tidak. Di dalam situasi ini pengalaman membuktikan bahwa inisiatif e-Government yang ditawarkan akan lebih banyak menemukan kegaglan darpada keberhasilan. Oleh karena itu, pemerintah harus paling tidak memiliki gambaran yang akurat mengenai seluk beluk teknologi semacam apa yang akrab di kalangan masyarakat agar pelaksanaan e-Government dapat berhasil.
c)      Sebelum menentukan jenis dan besarnya investasiyang akan dikeluarkan untuk mengimplementasikan sebagian atau keseluruhan e-Government, pemerintah harus memiliki cetak biru yang jelas mengenai kemana arah pengembangan akan diadakan. Hal ini tidak saja berguna untuk menyatukan bahasa seluruh entity pemerintahan yang terlibat, namun lebih jauh lagi untuk member keyakinan dan jaminan kepada pihak lain yang terlibat dalam pengembangan terutama kalangan pengusaha agar investasi yang mereka keluarkan tidak sia-sia atau memiliki resiko yang tinggi di kemudian hari. Bagi pengusaha, master plan e-Government yang dikembangkan dan disepakati secara nasional merupakan bagian dari portofolio rencana bisnis yang mereka miliki. Semakin jelas dan detail master plan bagi mereka yang semakin baik, karena dengan itu mereka dapat merencanakan alokasi keuangan secara jelas, baik yang berhubungan dengan pentahapannya dan jumlahnya. Disamping itu, pemerintah harus pula  menyadari bahwa pihak pengusahalah yang mengembangkan dan menjual teknologi kanal akses yang diperlukan ke masyarakat. Jika pemerintah tidak memiliki rencana yang jelas mengenai bagaimana pentahapan pengembangan kanal akses di kemudian hari, para pengusaha atau vendor teknologi informasi tidak berani mengambil resiko untuk mengembangkan produksi dan bisnis kanal akses terkait.
d)     Seluruh penyelenggaraan pelayanan baik dari institusi public, swasta maupun non-komersial harus sepakat menggunakan teknologi yang bersifat universal dan berbasis internet. Alasannya cukup jelas, yaitu agar masyarakat dapat memilih berbagai kanal akses  yang dimilikinya, berbagai vendor teknologi informasi di dunia dapat turut berpartisipasi menawarkan beragam produk-produk dan jasa-jasanya, kecepatan perkembangan teknologi informasi di dunia tidak akan secara signifikan mengarah tahapan pengembangan yang telah disepakati, masyarakat akan diuntungkan karena tidak ada lingkungan monopoli di dalam pengembangan teknologi e-Government, dan lain sebagainya.
e)      Karena dimata awam pemerintah akan memegang kendali seluruh rekaman transaksi antar masyarakat dan pemerintah melalui kanal akses yang ada, maka pemeintah dan mitranya harus memiliki suatu mekanisme penjaminan hak-hak privacy indvidu maupun masyarakat tanpa adanya ini, maka masyarakat akan cenderung memilih menggunakan cara-cara konvensional dalam berhubungan dengan pemerintah, karena menurut mereka jauh lebih aman dan mereka dapat memiliki hak control yang jauh lebih besar.
f)       Karena pada dasarnya fungsi kanal akses adalah agar pemerintah dapat menjangkau masyarakatnya maka pemerintah selain harus memiliki strategi pemesaran yang baik, yang bersangkutan harus pula mempertahankan kinerja yang telah baik tersebut agar masyarakat tetap dan selalu memilih menggunakan fasilitas e-Government dibandingkan dengan cara-cara konvensional sebelumnya.
2)      Tantangan Keterlibatan Pihak Non Pemerintah
Keberhasilan penerapan e-Government terltak pula pada keberhasilan suatu Negara dalam menerapkan sebuah konsep yang dinamakan sebagai “mixed economy”, yaitu yang menyangkut bagaimana pemerintah membuka jalur kerja sama kepada kalangan institusi public, institusi swasta, dan institusi non-komersial untuk bersama-sama beraliansi mencipatakan pelayanan kepada masyarakat. Memang untuk membuka diri semacam ini selain memerlukan sebuah pemahaman akan implementasi sebuah paradigm baru, juga memiliki potensi negative yang jika tidak dikelola dengan baik akan berdampak buruk pada lingkungan pemerintahan yang bersangkutan. Dan belum semua Negara-negara maju didunia secara utuh menerapkan konsep ini karena kebanyakan mereka baru melakukanya di beberapa sektor terlebih dahulu. Sehubungan dengan hal ini, berikut adalah prinsip-prinsip yang harus diketahui agar konsep “mixed economy” ini dapat secara evolusi diperkenalkan dan diterapkan.
a)      Pemerintah setempat harus memiliki sebuah kantor atau lembaga representative yang akan bertugas menjadi koordnator pembuat kebijakan dan pemantau hubungan antara ketiga lembaga yang bersama-sama akan beraliansi melayani masyarakat melalui beragam program e-Government, yaitu antara sektor public, sektor industry swasta, dan sektor non-komersial lainnya.  Tugas utama lainnya adalah untuk menjadi sebuah katalisator yang memperlancar lembaga-lembaga non pemerintah lainnya yang selama ini sangat sulit masuk ke dalam lingkungan birokrasi yang cenderung berbelit-belit dalam melakukan hal-hal yang bersifat administrati dan procedural.
b)      Tentu saja lingkunag yang terbuka dan netral tersebut akan menyebabkan menbanjirnya pihak-pihak swasta yang berkeinginan untuk bekerja sama dengan pemerintah. Yang harus diperhatikan di sini adalah bahwa pemerintah harus memiliki aturan main yang jelas dalam memilih dan menentukan criteria pihak-pihak yang cocok untuk diajak bekerja sama. Dari segi kebijakan tentu saja visi dan misi beserta strategi yang terdapat pada master plan e-Government menjadi panduan utama, sementara dari segi operasional dan menajemen dipergunakan criteria-kriteria standar dalam memilih yang terbaik. Dan harus diperhatikan sungguh-sungguh bahwa tidak semua hal dapat dialihdayakan ke pihak lain. Hal-hal kritikal yang harus tetap berada di bawah kendali pemerintah hendaknya tidak dijadikan domain aliansi, sementara yang bersifat pendukung dapat dijadikan sebagai contoh domain e-Government yang dapat di-outsource.
c)      Pemerintah jangan sampai memberikan hak ekslusif kontrak kepada beberapa perusahaan untuk hal-hal yang berkaitan dengan pemberian pelayanan kepada masyarakat di bagian “front end” terutama aktivitas yang memiliki volume besar dan frekuensi yang tinggi sekali setiap harinya.
d)     Walaupun orang-orang yang berada di pemerintahan berganti secara periodic, namun kebijakan nasional yang berhubungan dengan e-Government harus secara jelas, eksplisit, dan konsisten dilaksanakan dari masa ke masa dengan berpedoman pada master plan yang telah disetujui. Karena konsistensi ini selain akan jadi suatu strategi transformasi yang jelas dilihat oleh masyarakat, dunia usaha dan pihak-pihak lain yang bekerja sama dengan pemerintah pun akan merasa aman karena adanya kepastian, sehingga mereka tidak ragu-ragu untuk berpartisipasi dan menanamkan investasinya di sektor public.

3)      Tantangan Pembiayaan Manajemen Perubahan
Merencanakan, mengembangkan, dan mengimplementasikan konsep e-Government pada dasarnya adalah menjalankan sebuah manajemen transformasi yang cukup kompleks. Seperti diketahui bersama, kebanyakan orang sangat anti dengan perubahan. Dengan kata lain , konsep implementasi e-Government harus disertai dengan sebuah strategi transformasi yang baik dan efektif, terutama yang berkaitan dengan pemberian dan penawaran insentif-insentif baru, pembentukan struktur institusi yang mendukung lingkungan perubahan, penyiapan dana yang cukup dan investasi untuk pengembangan keahlian dan kompetensi SDM yang terlibat, dan lain sebagainya. Karena pada dasarnya perubahan akan sangat erat berkaitan dengan hal-hal semacam struktur organisasi, manusia dan budaya, kebijakan dan prosedur, ketersediaan sumber daya dan teknologi, dan hal-hal lainnya, maka beberapa prinsip pengelolaan perubahan harus dimengerti oleh para praktisi e-Government.
a.       Pemerintah harus focus terhadap pengembangan e-Government ini secara sungguh-sungguh, dalam arti kata bahwa seluruh anggota cabinet harus memiliki komitmen waktu secara periodic untuk bertemu membahas kemajuan program e-Government di departemennya masing-masing. Pertemuan berkala ini merupakan hal yang mutlak untuk dilakukan karena hamper semua pelayanan pemerintah melalui e-Government memerlukan koordinasi lintas sektoral, sehingga tanpa adanya pembicaraan antar mereka yang berwenang, mustahil akan diperoleh kualitas pelayanan yang diinginkan. Pertemuan ini juga untuk mencegah terjadinya benturan-benturan kepentingan yang dapat menganggu program-program yang berkaitan dengan pembangunan e-Government.
b.      Pemerintah perlu pula memikirkan kerangka insentif bagi mereka yang berhasil menerapkan program e-Government dengan sukses agar menjadi alat pemacu yang baik bagi pihak-pihak lain di dalam pemerintahan untuk berlomba mensukseskan programnya masing-masing. Biasanya yang bertanggung jawab untuk mengatur skema pemberian bonus dan penghargaan ini adalah kantor e-Envoy yang bekerja sama dengan bendahara Negara atau departemen keuangan.
c.       Masalah pembiayaan beragam inisiatif e-Government di dalam suatu Negara harus dilakukan dengan menggunakan prinsip manajemen portofolio proyek yang holistic. Artinya harus ada mekanisme yang jelas di dalam setiap proyek mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab, terutama yang menyangkut 4 hal pokok, yaitu pihak-pihak mana saja yang memiliki peranan Accountability, Resposibility, Consulted, dan Informed. Karena pasti terjadi keterbatasan dana yang dapat dialokasikan untuk mendukung implementasi seluruh program e-Government yang diajukan, pemerintah harus dapat memilah-milih program mana saja yang harus didahulukan berdasarkan prinsip manfaat, terutama yang langsung dapat dirasakan oleh masyarakat dan kalangan pemerintah sendiri.
d.      Studi dan evaluasi mengenai dampak diimplementasikan e-Government harus secara kontinyu dilakukan oleh pemerintah, terutama yang melibatkan kalangan swasta dan perguruan tinggi. Kajian difokuskan pada permasalahan atau isu-isu yang berkembang, meneliti penyebab dan dampaknya, serta mencoba untuk mengatasi permaslahan terkait. Lembaha kajian ini sekaligus pula dapat menjadi suatu institusi incubator dimana dari dalamnya dapat timbul berbagai ide-ide dan inisiatif baru untuk mengembangkan program e-Government selanjutnya. Lembaga ini harus pula secara aktif berinteraksi dengan masyarakat yang menjadi customernya agar yang bersangkutan memiliki pula “sense of ownership” dalam mengelola perubahan menuju konsep e-Government.
e.       Untuk mempercepat implementasi setiap inisiatif e-Government, biasanya harus ada sebuah dapertemen besar yang memimpin dan mengkoordinasi kegiatan lintas sektoral yang ada. Aspek kepemimpinan sangat dibutuhkan di sini sehingga pemerintah harus benar-benar serius dalam memilih mereka yang akan menjadi “Project Manager” untuk masing-masing proyek e-Government.
G. Perumusan Strategi : Analisis Situasi dan Strategi Perusahaan/pemerintahan
1.  Analisis Situasi : SWOT
Analisis situasi merupakan awal proses perumusan strategi. Selain itu, analisis situasi juga mengharuskan para manajer strategis untuk menemukan kesesuaian strategis antara peluang-peluang eksternal dan kekuatan-kekuatan internal, disamping memperhatikan ancaman-ancaman eksternal dan kelemahan-kelemahan internal. Mengingat bahwa SWOT adalah akronim untuk Strengths, weaknesses, opportunities, dan Threats  dari organisasi, yang semuanya merupakan factor-faktor strategis. Jadi, analisis SWOT harus mengidentifikasikan kompetensi langka perusahaan – yaitu keahlian tertentu dan sumber-sumber yang dimiliki oleh sebuah perusahaan dan cara strategis membuat sebuah perusahaan menjadi lebih berbeda. Penggunaan kompetensi langka perusahaan secara tepat akan memberikan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.
a)      Menghasilkan Ringkasan Analisis Faktorfaktor Strategis (SFAS)
Satu cara untuk menyimpulksn factor-faktor strategis sebuah perusahaan adalah mengkombinasikan factor strategis (EFAS) dengan factor strategis internal (IFAS) ke dalam sebuah ringkasan analisis factor-faktor strategis  (SFAS). SFAS mengharuskan para manajer strategi memadatkan factor-faktor tersebut sehingga menjadi kurang dari 10 faktor. SFAS yang dihasilkan meringkas factor-faktor strategis eksternal dan internal perusahaan dalam satu bentuk. SFAS hanya berisi factor-faktor yang paling penting dan juga menyediakan basis bagi perumusan strategi. Apabila anda menganalisis setiap manajemen perusahaan yang menggunakan EFAS dan IFAS yang dikombinasikan ke dalam bentuk SFAS, anda dapat membuat peringkat manajemen perusahaan dalam industry tersebut, berdasarkan manajemen mereka terhadap setiap factor strategis perusahaan.


b)      Menemukan Ceruk Yang Menjanjikan
Satu hal yang dinginkan dari menganalisis factor-faktor strategis adalah mengidentifikasi ceruk yang menjanjikan, yang organisasi dapat menggunakan kompetensi langkahnya semaksimal mungkin. Ceruk yang menjanjikan adalah kekuatan bersaing khusus yang dimiliki perusahaan yang sangat sesuai dengan lingkungan internal dan eksternalnya, yang tidak mungkin dihadapi oleh perusahaan lain.
Menemukan ceruk semacam ini tidak selalu mudah. Manajemen harus selalu mencari jendela-jendela strategis,  yaitu peluang-peluang pasar yang unik.
Dengan mempertimbangkan kondisi saat ini, pencapaian tujuan strategis e-government perlu dilaksanakan melalui 6 (enam) strategi yang berkaitan erat, yaitu :
1.      Mengembangkan sistem pelayanan yang andal dan terpercaya, serta terjangkau oleh masyarakat lus.
Masyarakat mengharapkan layanan publik yang terintegrasi tidak tersekat-sekat oleh batasan organisasi dan kewenangan birokrasi. Dunia usaha memerlukan informasi dan dukungan interaktif dari pemerintah untuk dapat menjawab perubahan pasar dan tantangan persaingan global secara cepat. Kelancaran arus informasi untuk menunjang hubungan dengan lembaga-lembaga negara, serta untuk menstimulasi partisipasi masyarakat merupakan faktor penting dalam pembentukan kebijakan negara yang baik. Oleh karena itu, pelayanan publik harus transparan, terpercaya, serta terjangkau oleh masyarakat luas melalui jaringan komunikasi dan informasi. Strategi ini mencakup sejumlah sasaran sebagai berikut :
a.       Perluasan dan peningkatan kualitas jaringan komunikasi dan informasi ke seluruh wilayah negara pada tingkat harga yang dapat terjangkau oleh masyarakat, dengan sejauh mungkin melibatkan partisipasi dunia usaha.
b.      Pembentukan portal-portal informasi dan pelayanan publik yang dapat mengintegrasikan sistem manajemen dan proses kerja instansi pemerintah terkait, sehingga masyarakat pengguna tidak merasakan sekat-sekat organisasi dan kewenangan di lingkungan pemerintah; sasaran ini akan diperkuat dengan kebijakan tentang kewajiban instansi pemerintah dan pemerintah daerah otonom untuk menyediakan informasi dan pelayanan publik secara on-line.
c.       Pembentukan jaringan organisasi pendukung (back-of- fice) yang menjembatani portal-portal informasi dan pelayanan publik tersebut di atas dengan situs dan sistem pengolahan dan pengelolaan informasi yang terkait pada sistem manajemen dan proses kerja di instansi yang berkepentingan. Sasaran ini mencakup pengembangan kebijakan pemanfaatan dan pertukaran informasi antar instansi pemerintah dan pemerintah daerah otonom.
d.      Pembakuan sistem manajemen dokumen elektronik, standardisasi, dan sistem pengamanan informasi untuk menjamin kelancaran dan keandalan transaksi informasi antar organisasi diatas.
2.      Menata sistem dan proses kerja pemerintah dan pemerintah daerah otonom secara holistik.
Pencapaian Strategi-1 harus ditunjang dengan penataan sistem manajemen dan proses kerja di semua instansi pemerintah dan pemerintah daerah otonom. Penataan sistem manajemen dan prosedur kerja pemerintah harus dirancang agar dapat mengadopsi kemajuan teknologi informasi secara cepat. Penataan itu harus meliputi sejumlah sasaran yang masing-masing atau secara holistik membentuk konteks bagi pembentukan kepemerintahan yang baik, antara lain meliputi:
a.       Fokus kepada kebutuhan masyarakat, kewibawaan pemerintah sangat dipengaruhi oleh kemampuan menyelenggarakan pelayanan publik yang dapat memuaskan masyarakat serta memfasilitasi partisipasi masyarakat dan dialog publik dalam pembentukan kebijakan negara.
b.      Manajemen perubahan, pengembangan kepemerintahan yang baik hanya dapat dicapai apabila didukung oleh komitmen yang kuat dari seluruh tingkatan manajemen untuk melakukan perubahan-perubahan sistem manajemen dan proses kerja secara kontinyu, agar pemerintah dapat menghadapi perubahan pola kehidupan masyarakat yang semakin dinamis dan pola hubungan internasional yang semakin kompleks. Organisasi pemerintah harus ber-evolusi menuju organisasi jaringan, dimana setiap unsur instansi pemerintah berfungsi sebagai simpul dalam jaringan desentralisasi kewenangan dengan lini pengambilan keputusan yang sependek mungkin dan tolok ukur akuntabilitas yang jelas.
c.       Penguatan e-leadership,penataan sistem manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah dan pernerintah daerah otonom perlu ditunjang oleh penguatan kerangka kebijakan yang fokus dan konsisten untuk mendorong pemanfaatan teknologi informasi, agar simpul-simpul jaringan organisasi di atas dapat berinteraksi secara erat, transparan, dan membentuk rentang kendali yang efektif.
d.      Rasionalisasi peraturan dan prosedur operasi, termasuk semua tahapan perubahan, perlu diperkuat dengan landasan peraturan dan prosedur operasi yang berorientasi pada organisasi jaringan, rasional, terbuka, serta mendorong pembentukan kemitraan dengan sektor swasta.
3.      Memanfaatkan teknologi informasi secara optimal.
Pelaksanaan setiap strategi memerlukan kemampuan dalam melaksanakan transaksi, pengolahan, dan pengelolaan berbagai bentuk dokumen dan informasi elektronik dalam volume yang besar, sesuai dengan tingkatannya. Kemajuan teknologi informasi dan perkembangan jaringan komunikasi dan informasi memberikan peluang yang luas bagi instansi pemerintah untuk memenuhi keperluan tersebut. Agar pemanfaatan teknologi informasi di setiap instansi dapat membentuk jaringan kerja yang optimal, maka melalui strategi ini sejumlah sasaran yang perlu diupayakan pencapaiannya, adalah sebagai berikut :
a.       Standardisasi yang berkaitan dengan interoperabilitas pertukaran dan transaksi informasi antar portal pemerintah.
b.      Standardisasi dan prosedur yang berkaitan dengan manajemen dokumen dan informasi elektronik (electronic document management system ) serta standardisasi metadata yang memungkinkan pemakai menelusuri informasi tanpa harus memahami struktur informasi pemerintah.
c.       Perumusan kebijakan tentang pengamanan informasi serta pembakuan sistem otentikasi dan public key infrastucture untuk menjamin keamanan informasi dalam penyelenggaraan transaksi dengan pihak-pihak lain, terutama yang berkaitan dengan kerahasiaan infiormasi dan transaksi finansial.
d.      Pengembangan aplikasi dasar seperti e-billing, e-procurement, e-reporting yang dapat dimanfaatkan oleh setiap situs pemerintah untuk menjamin keandalan, kerahasiaan, keamanan dan interoperabilitas transaksi informasi dan pelayanan publik.
e.       Pengembangan jaringan intra pemerintah untuk mendukung keandalan dan kerahasiaan transaksi informasi antar instansi pemerintah dan pemerintah daerah otonom.
4.      Meningkatkan Peran Serta Dunia Usaha dan Mengembangkan Industri Telekomunikasi dan Teknologi Informasi.
Pengembangan pelayanan publik tidak perlu sepenuhnya ditangani oleh pemerintah. Partisipasi dunia usaha dapat mempercepat pencapaian tujuan strategis e-government. Beberapa kemungkinan partisipasi dunia usaha sebagai berikut perlu dioptimalkan.
a.       Dalam mengembangkan komputerisasi, sistem manajemen, proses kerja, serta pengembangan situs dan pembakuan standard, pemerintah harus mendayagunakan keahlian dan spesialisasi yang telah berkembang di sektor swasta.
b.      Walaupun pelayanan dasar bagi masyarakat luas harus dipenuhi oleh pemerintah, namun partisipasi dunia usaha untuk meningkatkan nilai informasi dan jasa kepemerintahan bagi keperluan-keperluan tertentu harus dimungkinkan.
c.       Peran dunia usaha untuk mengembangkan jaringan komunikasi dan informasi di seluruh wilayah negara merupakan faktor yang penting. Demikian pula partisipasi usaha kecil menengah untuk menyediakan akses serta meningkatkan kualitas dan lingkup layanan warung internet perlu didorong untuk memperluas jangkauan pelayanan publik. Semua instansi terkait harus memberikan dukungan dan insentif, serta meninjau kembali dan memperbaiki berbagai peraturan dan ketentuan pemerintah yang menghambat partisipasi dunia usaha dalam memperluas jaringan dan akses komunikasi dan informasi.
Di samping itu, perkembangan e-government akan membentuk pasar yang cukup besar bagi perkembangan industri teknologi informasi dan telekomunikasi. Dengan demikian pemerintah dan pemerintah daerah otonom harus memanfaatkan perkembangan e-government untuk menumbuhkan industri dalam negeri di bidang ini. Oleh karena perkembangan industri di bidang ini sangat dipengaruhi oleh tarikan pasar dan dorongan kemajuan teknologi, maka dukungan bagi industri tersebut harus mencakup penyediaan akses pasar pemerintah seluas-luasnya, dukungan penelitian dan pengembangan, serta penyediaan in sentif untuk mengatasi berbagai bentuk kesenjangan dan tingkat risiko yang berkelebihan yang menghambat investasi dunia usaha dibidang ini dalam mengembangkan kemampuan            teknologi.

5.      Mengembangkan kapasitas surnber daya manusia (SDM), baik pada pemerintah maupun pemerintah daerah otonom, disertai dengan meningkatkan e-literacy masyarakat.
Sumber daya manusia (SDM) baik sebagai pengembang, pengelola maupun pengguna e-government merupakan faktor yang turut menentukan bahkan menjadi kunci keberhasilan pelaksanakan dan pengembangan e-government. Untuk itu, perlu upaya peningkatan kapasitas SDM dan penataan dalam pendayagunaannya, dengan perencanaan yang matang dan komprehensif sesuai dengan kebutuhan, serta pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Hal tersebut dilakukan melalui jalur pendidikan formal dan non formal, maupun pengembangan standar kompetensi yang dibutuhkan dalam pengembangan dan implementasi        e-government.

Upaya pengembangan SDM yang perlu dilakukan untuk mendukung e-government adalah sebagai berikut :
a.       Meningkatkan kesadaran dan pemaharnan tentang pentingnya informasi serta pendayagunaan teknologi informasi dan komunikasi (e-literacy), baik di kalangan pemerintah dan pemerintah daerah otonom maupun di kalangan masyarakat dalam rangka mengembangkan budaya informasi ke arah terwujudnya masyarakat informasi (information society).
b.      Pemanfaatan sumberdaya pendidikan dan pelatihan termasuk perangkat teknologi informasi dan komunikasi secara sinergis, baik yang dimiliki oleh lembaga pemerintah maupun non pemerintah/masyarakat.
c.       Pengembangan pedoman penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi lembaga pemerintah agar hasil pendidikan dan pelatihan tersebut sesuai dengan kebutuhan pengembangan dan pelaksanaan e-government.
d.      Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknologi informasi dan komunikasi bagi aparat pelaksana yang menangani kegiatan bidang informasi dan komunikasi dan aparat yang bertugas dalam memberikan pelayanan publik, maupun pimpinan unit/lembaga; serta fasilitasi pendidikan dan pelatihan bagi calon pendidik dan pelatih maupun tenaga potensial di bidang teknologi informasi dan komunikasi yang diharapkan dapat mentransfer pengetahuan/keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat di lingkungannya.
e.       Peningkatan kapasitas penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan jarak jauh (distance learning) dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi secara optimal untuk pemerataan atau mengurangi kesenjangan SDM di bidang teknologi informasi dan komunikasi antar daerah.
f.       Perubahan pola pikir, sikap dan budaya kerja aparat pemerintah yang mendukung pelaksanaan e-government melalui sosialisasi/penjelasan mengenai konsep dan program e-government, serta contoh keberhasilan (best practice) pelaksanaan e-government.
g.      Peningkatan motivasi melalui pemberian penghargaan/ apresiasi kepada seluruh SDM bidang informasi dan komunikasi di pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan masyarakat yang secara aktif mengembangkan inovasi menjadi karya yang bermanfaat bagi pengembangan dan pelaksanaan e-government.
6.      Melaksanakan pengembangan secara sistematik melalui tahapan yang realistik dan terukur.
Setiap perubahan berpotensi menimbulkan ketidakpastian. Oleh karena itu pengembangan e-government perlu direncanakan dan dilaksanakan secara sistematik melalui tahapan yang realistik dan dan sasaran yang terukur, sehingga dapat difahami dan diikuti oleh semua pihak. Berdasarkan sifat transaksi informasi dan pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah melalui jaringan informasi, pengembangan e-government dapat dilaksanakan melalui 4 (empat) tingkatan sebagai    berikut:

a.  Tingkat 1 - Persiapan yang meliputi :
1.      Pembuatan situs informasi disetiap lembaga
2.      Penyiapan SDM
3.      Penyiapan sarana akses yang mudah misalnya menyediakan sarana Multipurpose Community Center, Warnet, SME-Center, dll
4.      Sosialisasi situs informasi baik untuk internal maupun untuk public
b.      Tingkat 2 - Pematangan yang meliputi :
1.   Pembuatan situs informasi publik interaktif
2.   Pembuatan antar muka keterhubungan dengan lembaga lain
c.       Tingkat 3 - Pemantapan yang meliputi :
1.      Pembuatan situs transaksi pelayanan publik
  1. Pembuatan interoperabilitas aplikasi maupun data dengan lembaga lain
d.      Tingkat 4 - Pemanfaatan yang meliputi :
1.      Pembuatan aplikasi untuk pelayanan yang bersifat G2G, G2B dan G2C yang terintegrasi
Situs pemerintah dan pemerintah daerah otonom harus secara bertahap ditingkatkan menuju ke tingkat - 4. Perlu dipertimbangkan bahwa semakin tinggi tingkatan situs tersebut, diperlukan dukungan sistem manajemen, proses kerja, dan transaksi informasi antar instansi yang semakin kompleks pula. Upaya untuk menaikan tingkatan situs tanpa dukungan yang memadai, akan mengalami kegagalan yang tidak hanya menimbulkan pemborosan namun juga menghilangkan kepercayaan masyarakat. Untuk menghindari hal tersebut, perlu dibakukan sejumlah pengaturan sebagai berikut :
1.      Standar kualitas dan kelayakan situs pemerintah bagi setiap tingkatan perkembangan di atas.
2.      Peraturan tentang kelembagaan dan kewenangan yang berkaitan dengan pemanfaatan dan transaksi informasi yang dimiliki pemerintah. Pengaturan ini harus mencakup batasan tentang hak masyarakat atas informasi, kerahasiaan dan keamanan informasi pemerintah (information security), serta perlindungan informasi yang berkaitan dengan masyarakat (privacy).
3.      Persyaratan sistem manajemen dan prases kerja, serta sumber daya manusia yang diperlukan agar situs pemerintah dapat berfungsi secara optimal dan mampu berkembang ke tingkat yang lebih tinggi.

I.       Langkah Pelaksanaan
1.      Pengembangan e-government harus dilaksanakan secara harmonis dengan mengoptimalkan hubungan antara inisiatif masing-masing instansi dan penguatan kerangka kebijakan untuk menjamin keterpaduannya dalam suatu jaringan sistem manajemen dan proses kerja. Pendekatan ini diperlukan untuk mensinergikan dua kepentingan, yakni (1) kepentingan pendayagunaan pemahaman dan pengalaman masing-masing instansi tentang pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, dan (2) kepentingan untuk penataan sistem manajemen dan proses kerja yang terpadu.Pengembangan e-government harus dilaksanakan secara harmonis dengan mengoptimalkan hubungan antara inisiatif masing-masing instansi dan penguatan kerangka kebijakan untuk menjamin keterpaduannya dalam suatu jaringan sistem manajemen dan proses kerja. Pendekatan ini diperlukan untuk mensinergikan dua kepentingan, yakni (1) kepentingan pendayagunaan pemahaman dan pengalaman masing-masing instansi tentang pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, dan (2) kepentingan untuk penataan sistem manajemen dan proses kerja yang terpadu.

2.      Setiap instansi pemerintah pusat dan daerah harus menyusun Rencana Strategis Pengembangan e-government di lingkungannya masing-masing. Rencana Strategis itu dengan jelas menjabarkan lingkup dan sasaran pengembangan e-government yang ingin dicapai; kondisi yang dimiliki pada saat ini; strategi dan tahapan pencapaian sasaran yang ditentukan; kebutuhan dan rencana pengembangan sumber daya manusia; serta rencana investasi yang diperlukan. Untuk menghindari pemborosan anggaran pemerintah, penyusunan rencana investasi harus disertai dengan analisis kelayakan investasi terhadap manfaat sosial-ekonomi yang dihasilkan.

3.      Untuk menjamin transparansi pelayanan publik serta keterpaduan dan interoperabilitas jaringan sistem pengelolaan serta pengolahan dokumen dan informasi elektronik yang mendukungnya, maka perencanaan dan pengembangan situs pelayanan publik pada setiap instansi harus berorientasi pada kerangka arsitektur e-government seperti diuraikan pada Lampiran A.

4.      Kementerian yang bertanggung jawab dibidang komunikasi dan informasi; berkewajiban untuk mengkoordinasikan penyusunan kebijakan, peraturan dan perundang-undangan, standardisasi, dan panduan yang diperlukan untuk melandasi perencanaan dan pelaksanaan pengembangan e-government. Beberapa aspek yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah:
a.       Kebijakan tentang pengembangan tata pemerintahan yang baik dengan berlandaskan manajemen modern.
b.      Kebijakan tentang pemanfaatan, kerahasiaan, dan keamanan informasi pemerintah dan perlindungan informasi publik.
c.       Kebijakan tentang kelembagaan dan otorisasi pemanfaatan dan pertukaran informasi pemerintah secara on-line.
d.      Kebijakan tentang peran serta sektor swasta dalam penyelenggaraan e-government.
e.       Kebijakan tentang pendidikan e-government.
f.       Ketentuan tentang standar kelayakan dan interopabilitas situs informasi dan pelayanan publik.
g.      Panduan tentang sistem manajemen informasi dan dokumen elektronik.
h.      Panduan tentang aplikasi, mutu, dan jangkauan pelayanan masyarakat.
i.        Panduan tentang perencanaan, pengembangan, dan pelaporan proyek e-government.

Kebijakan, peraturan dan perundang-undangan, standardisasi, dan panduan tersebut membentuk kerangka pelaksanaan kebijakan e-government yang terpadu dan konsisten, seperti diuraikan pada Lampiran B.

Menteri Komunikasi dan Informasi juga berkewajiban untuk mengkoordinasi-kan pelaksanaan pengembangan e-government serta melaporkan kemajuan dan permasalahan-permasalahannya.

5.         Kementerian yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara berkewajiban untuk memfasilitasi perencanaan dan perubahan sistem manajemen dan proses kerja instansi pemerintah pusat dan daerah dengan ketentuan sebagai berikut:
a.          Perencanaan perubahan sistem manajemen dan prosedur kerja tersebut harus dilandaskan pada konsep manajemen modern dan menuju pada sistem manajemen organisasi jaringan yang memungkinkan distribusi serta interoperabilitas kewenangan dan kewajiban secara optimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta terbentuknya lini pengambilan keputusan yang lebih pendek dan pengelolaan rentang kendali yang lebih luas.
b.         Perencanaan perubahan sistem manajemen dan proses kerja harus berorientasi pada pemanfaatan teknologi informasi secara optimal.
c.          Di dalam perumusan peraturan yang berkaitan dengan perubahan sistem manajemen dan proses kerja, semua instansi pemerintah harus dilibatkan dan diminta memberikan konsep perubahan sistem manajemen dan prosedur kerja di lingkungannya masing-masing. Rumusan peraturan pemerintah dan ketentuan pelaksanaannya harus merupakan kesepakatan antar instansi.
d.         Pandangan dan saran dari dunia usaha yang telah terbukti berhasil menerapkan sistem manajemen moderen perlu diusahakan.

6.         Kementerian yang bertanggung jawab di bidang perhubungan berkewajiban untuk mendorong partisipasi dunia usaha dalam pengembangan jaringan komunikasi dan informasi di seluruh wilayah negara. Untuk keperluan itu peraturan dan ketentuan pemerintah yang menghambat perlu segera diperbaiki sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kementerian yang bertanggung jawab dibidang perhubungan juga harus merumuskan kebijakan dan merencanakan pengembangan community tele-center di wilayah-wilayah yang pangsa pasarnya belum cukup ekonomis bagi investasi dunia usaha, sebagai bagian dari pelaksanaan Universal Service Obligation.

7.         Kementerian yang bertanggung jawab di bidang riset dan teknologi berkewajiban untuk mengkoordinasikan kemampuan teknologi yang ada di lembaga penelitian dan pengembangan dan perguruan tinggi untuk menyediakan dukungan teknologi bagi keperluan mengoptimasikan pemanfaatan teknologi informasi dalam pengembangan e-government. Beberapa yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah :
a.          Standardisasi yang berkaitan dengan interoperabilitas pertukaran dan transaksi informasi antar situs pelayanan publik yang diselenggarakan pemerintah dan pemerintah daerah.
b.         Standardisasi dan prosedur yang berkaitan dengan manajemen informasi dan dokumen elektronik, termasuk pengembangan dan pengelolaan meta-data yang berkaitan dengan informasi dan dokumen elektronik tersebut.
c.          Pemanfaatan kemajuan teknologi informasi untuk pengamanan informasi serta pengembangan sistem otentikasi dan public key infrastructure.
d.         Pengembangan aplikasi dasar seperti e-billing, e-procurement, e-reporting+ yang dapat dimanfaatkan oleh setiap situs pemerintah.
e.          Pengembangan dan pengelolaan jaringan intra pemerintah yang andal dan aman.
f.          Pengembangan industri teknologi informasi dan telekomunikasi.

8.         Kementerian yang bertanggung jawab di bidang perencanaan pembangunan nasional dan di bidang keuangan berkewajiban untuk menganalisis kelayakan pembiayaan rencana strategis e-government dari masing-masing instansi pemerintah, serta memfasilitasi dan mengintegrasikan rencana tersebut ke dalam rencana pengembangan e-government secara menyeluruh. Beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian khusus adalah:
a.          Arah dan sasaran penggunaan anggaran pemerintah untuk menstimulasi pencapaian tujuan strategis e-government.
b.         Prinsip-prinsip dan kriteria pembiayaan yang harus diterapkan agar pelaksanaan strategi pengembangan e-government dapat berjalan dengan baik.
c.          Kerangka alokasi anggaran pemerintah untuk pengembangan e-government.
d.         Ketentuan dan persyaratan pembiayaan proyek e-government.
9.         Kementerian yang bertanggung jawab di bidang pemerintahan dalam negeri berkewajiban untuk memfasilitasi koordinasi antar pemerintah dan pemerintah daerah otonom.
10.     Pelaksanaan tanggung jawab tersebut di atas harus berorientasi pada beberapa prinsip sebagai berikut :
a.          Untuk meningkatkan kemampuan menghadapi semua bentuk perubahan yang tengah kita alami atau yang mengelilingi kehidupan bangsa, pemerintah pusat Menteri Komunikasi dan Informasi juga berkewajiban untuk mengkoordinasi-kan pelaksanaan pengembangan e-government serta melaporkan kemajuan dan permasalahan-permasalahannya dan daerah harus dapat berfungsi secara efektif sesuai dengan kewenangannya masing-masing dalam suatu jaringan interaksi yang responsif, andal dan terpercaya.
b.         Dengan demikian semua instansi harus dilibatkan di dalam penyusunan kebijakan, peraturan dan perundang-undangan, standardisasi, panduan yang diperlukan, sesuai dengan kewenangan dan kompetensi yang dimiliki.
c.          Pelaksanaan kegiatan di atas merupakan titik tolak untuk melonggarkan sekat-sekat birokrasi yang merupakan persyaratan mutlak bagi pembentukan tata pamong yang baik.
d.         Pengikutsertaan dunia usaha yang memiliki kemampuan dan pengalaman yang bermanfaat bagi perkembangan e-government dapat mempercepat pencapaian tujuan strategis pengembangan e-government.

DAFTAR PUSTAKA

Amsyah, Zulkifli.2001.Manajemen Sistem Informasi.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Hunger, David dan Thomas L. Wheelen.2003.Manejemen Strategi.Yogyakarta: ANDI)
Indrajit, Richardus Eko.2005.e-Government In Action.Yogyakarta: ANDI)
Indrajit, Richardus Eko.2006.Electronic Government.Yogyakarta: ANDI)